Pengikut

Selasa, 29 November 2011

Catatan Nazar Tentang 'Musik Sufi

Musik adalah suara jiwa, sehingga para sufi ikut menggunakan instrumen puisi dan prosa dalam mendekatkan diri kepada sang Pencipta, disamping itu banyak pula alat musik yang digunakan dengan karakteristik tersendiri yang bisa membangkitkan cinta kepada sang Pencipta.
Pada pertengahan tahun 2011 lalu, event Aceh International Folklore yang diikuti oleh belasan negara, termasuk negara-negara yang memiliki musik sufi seperti Turki, Bangladesh dan Pakistan, kita pun dapat menikmati suguhan itu dengan baik.

Musik Sufi merupakan sebuah wujud seni dengan pendekatan 'khusu' melalui nada-nada indah, sehingga dalam menikmatinya, atau bahkan dalam memainkannya, irama akan menghayutan kita pada bebunyian 'kalimah' Tuhan, sehingga kemudian disebut sebagai Musik sufi yang mendamaikan.

Untuk kebutuhan jiwa yang agamais itulah, dengan pemahaman yang cukup, saya hingga kini aktif mengoleksi beberapa jenis musik sufi dalam bentuk Compact Disc, dan juga download melalui internet, dari yang tradisi hingga yang sudah mengalami sentuhan modern seperti Aransemen Sami Yusuf misalnya, hingga yang terakhir pop islami yang menyentuh dari penyanyi Amerika Maher Zein. Lagu populernya ikut dinyanyikannya bersama Fadli 'Padi' yang berbahasa Indonesia dan Inggris berjudul Insya Allah.

Beberapa kali saya berkunjung ke Eropa dan Amerika, saya melihat banyak musik-musik sufi dijual di toko-toko musik. Pembelinya beragam, dan tidak sedikit dari non Muslim. Dari musik itulah, kebanyakan dari mereka mencoba belajar dan membandingkan nilai Islam dengan isu-isu terorisme.

Artinya, setelah mereka mendengar musik sufi, banyak persepsi tentang Islam berubah, termasuk stigma macam-macam kekerasan dalam Islam.

Sejarah Sufi juga pernah berlangsung di Aceh, dimana Islam disebarkan luaskan oleh kaum sufi dengan berbagai thariqat, sehingga ikut melahirkan berbagai tarian, puisi dan prosa.

Inti dari sufisme kan selalu berjuang untuk mencintai dan tidak menyakiti siapapun, termasuk cinta kepada Tuhan. Maka lirik-lirik sastra sufistik itu sangat dalam dan banyak makna, bahkan sering menjadi kontroversi ketika salah diterjemahkan gara-gara ketidakadaan kemampuan dalam menafsirkannya. Jadi tarian dan musik dalam sufisme adalah bahagian dari metodologi, yang juga untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah.

Di Aceh sendiri sebenarnya karya-karya musik sufi tercurah melalui syair-syair yang ditulis seniman Aceh, seperti karya burung dan perahu Hamzah Fansuri, atau karya Di Husen melalui lagu berjudul 'Nyawong' yang dipopulerkan Group Musik Aceh Nyawoung pada tahun 2000 silam. Dalam syairnya, Di Husen, yang seorang guru mengaji, mengajarkan lagu kepada murid-muridnya. Lagu itu mengingatkan manusia pada kematian, yang antara ruh dan jasad tetap memiliki dialog.

Jadi sangat tepat apabila diAceh kemudian di gelar sebuah hajatan musik yang berbungkus musik 'Sufi" bertajuk 'Aceh International Sufi Music'. Karene orangAceh sudah saatnya memahami warna musik serius dan menghanyutkan, karena dalam musik Sufi pendekatannya tetap pendekatan kepada Allah, yang notabene harus dijadikan sebagai bungkusan menarik melalui seni yang khusu', agar hati dan pikiran turut menyatu dalam memahami hati. Itulah makna ril Musik Sufi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar